
Kamis, 13 April 2018
UJI FORMALIN
Trisda Sela Mutiara
4443160022
4B
Kelompok 5
JURUSAN
PERIKANAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018

Abstrak
Formalin adalah larutan tak berwarna berupa senyawa organinik
yang berbau tajam dengan kandungan kimia 37% Formaldehid (metanal), 15 %
metanol dan sisanya adalah Air. Uji kualitatif formalin dalam makanan
dapat dilakukan dengan KMnO4, sedangkan analisis kuantitatif dapat dilakukan
dengan spektrofotometri meggunakan larutan Nash, 2,4- dinitrofenilhidrazin dan
alkanon dalam media garam asetat. Praktikum mengenai uji formalin dilakukan
pada hari kamis, 13 April 2018, pada pukul 15.30 sampai pukul 17.30 WIB.
Bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan (THP). Tujuan dari
praktikum uji formalin untuk menguji ada atau tidaknya kandungan formalin pada
ikan segar dan produk hasil pengolahan perikanan secara kualitatif. Hasil
praktikum yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sampel ikan segar dan produk
olahan perikanan yang digunakan dalam praktikum rata-rata mengandung formalin,
namun dalam kadar atau jumlah yang sedikit.
Kata Kunci:
Formalin, Ikan Segar, Kualitatif, Produk Perikanan,
PENDAHULUAN
Biokimia hasil perairan
merupakan salah satu bidang ilmu yang membahas mengenai biomolekul, organisasi
sel, asam amino dan protein, enzim, metabolisme sel di alam dan peranannya pada
produk hasil perikanan, karbohidrat, lipida, vitamin, asam nukleat, respirasi
dan energy, flavor dan pigmen, serta perubahan biokimia dan analisa biokimia
pada produk hasil perikanan dan kelautan. Sehingga dengan mempelajari serta
memahami mengenai biokimia hasil perairan ini, kita dapat mengetahui tentang
proses biokimia pada suatu produk hasil perairan dan dapat menciptakan suatu
mutu produk hasil perairan yang bagus dan berkualitas.
Keamanan produk perikanan
merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sektor
perikanan, mengingat konsumsi ikan diperkirakan akan terus meningkat seiring
kesadaran masayarakat akan arti penting nilai gizi produk perikanan bagi
kesehatan dan kecerdasan otak (Gustiano 2006 diacu dalam Girsang 2014). Dalam teknlogi pangan, dikenal pula
usaha untuk menjada daya tahan suatu bahan sehingga banyaklah muncul
bahan-bahan pengawet yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan
pangan. Namun dalam praktiknya di masyarakat, banyak yang menggunakan
bahan-bahan kimia berbahaya dalam penanganan dan pengolahan ikan, seperti
formalin, boraks, antiseptic, dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
dilakukanlah suatu praktikum mengenai uji kualitatif kandungan formalin pada
ikan segar.
Tujuan dari praktikum
biokimia hasil perairan mengenai praktikum uji formalin untuk menguji ada atau tidaknya
kandungan formalin pada ikan segar dan produk hasil pengolahan perikanan secara
kualitatif.
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan bahan kimia
sebagai bahan tambahan pada makanan (food additive) pada saat ini sering
ditemui pada makanan dan minuman. Salah satu bahan tambahan pada makanan adalah
pengawet bahan kimia yang berfungsi untuk memperlambat kerusakan makanan, baik
yang disebabkan mikroba pembusuk, bakteri, ragi maupun jamur dengan cara
menghambat, mencegah, menghentikan proses pembusukan dan fermentasi dari bahan
makanan (Husni et al 2007 diacu dalam Girsang 2014).). Salah satu
jenis bahan pengawet yang seringkali digunakan yaitu formalin.
Formaldehid atau yang
biasa disebut dengan formalin adalah gas yang biasanya tersedia dalam bentuk
larutan 40 % (formalin) dan merupakan cairan jernih, tidak berwarna dengan bau
menusuk. Uapnya merangsang/bereaksi cepat dengan selaput lendir hidung,
tenggorokan dan saluran pencernaan. Selain itu, dapat menyebabkan iritasi mata.
Konsentrasi 0.5 sampai 1 ppm di udara dapat dideteksi dari baunya, konsentrasi
2 sampai 3 ppm dapat menyebabkan iritasi ringan. Sedangkan pada konsentrasi 4
sampai 5 ppm pada umumnya tidak dapat ditoleransi oleh manusia. Jika disimpan
formaldehid akan dimetabolisme menjadi asam formiat dan metanol. Asam formiat
kemudian dikonversi menjadi metilformat. Pada suhu yang sangat rendah akan
terbentuk trioksimetilin. Titik didih formaldehid pada 1 atm adalah 96°C, pH
2,8-4,0 dan dapat bercampur dengan air, aseton, alkohol (Badan POM 2004 diacu dalam Girsang 2014).
Formaldehid yang lebih
dikenal dengan nama formalin ini adalah salah satu bahan tambahan yang dilarang
digunakan dalam makanan, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan no.
1168/Menkes/Per/X/1999. Selama ini, masyarakat pada umumnya mengetahui formalin
sebagai zat yang dipakai dalam proses pengawetan jenazah. Formalin juga dikenal
sebagai bahan untuk membunuh hama dan disinfektan. Meskipun sebagian banyak
orang, terutama produsen, sudah mengetahui bahwa zat ini berbahaya jika
digunakan sebagai pengawet, namun penggunaannya bukannya menurun namun malah
semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif murah dibanding pengawet
yang tidak dilarang (Hastuti 2010 diacu
dalam Girsang 2014).
Menurut IPCS
(International Programme on Chemical Safety), lembaga khusus dari tiga
organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan pada
keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum ambang batas aman di dalam
tubuh adalah 1 miligram per liter. Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang
batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh
manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat
atau jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung
atau tertelan (Hastuti 2010 diacu
dalam Girsang 2014).
Jika termakan, formalin
dapat menyebabkan keracunan pada tubuh. Jika terpapar formaldehida dalam jumlah
banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia,
formaldehida dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah,
tarikan napas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai
kepada kematian. Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA
oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal (NIOSH 2010 diacu dalam Girsang 2014). Sifat merusak
ini terletak pada gugus Karbon Oksida (CO) atau aldehid. Gugus ini bereaksi
dengan gugus amina, pada protein menghasilkan metenamin atau
heksametilentetramin. Formaldehid akan bereaksi dengan Dioxyribosa Nucleic Acid
(DNA) atau Ribonucleic Acid (RNA) sehingga data informasi genetik menjadi
kacau. Akibatnya, penyakit-penyakit genetik baru mungkin akan muncul. Bila
gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen.
Selain itu, bila sisi aktif dari protein-protein vital dalam tubuh dimatikan
oleh formaldehid, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam
metabolisme. Akibatnya, kegiatan sel akan terhenti.
Formalin adalah senyawa
formaldehida dalam air dengan konsentrasi rata-rata 37% dan metanol 15% dan
sisanya adalah air. Formalin bukan pengawet makanan tetapi banyak digunakan
oleh industri kecil untuk mengawetkan produk makanan karena harganya yang murah
sehingga dapat menekan biaya produksi, dapat membuat kenyal,utuh, tidak rusak,
praktis dan efektif mengawetkan makanan (Widowati & Sumyati 2006). Larangan
penggunaan formalin sebagai bahan tambahan makanan telah tercantum dalam
Permenkes RI No.033 tahun 2012, tentang Bahan Tambahan Pangan, pada Lampiran II
tentang bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP.
Ada atau tidaknya
formalin dalam makanan atau suatu poduk dapat dilihat dengan
menggunakan metode uji kualitatif. Uji kualitatif adanya
kandungan formaldehid dilakukan menggunakan test kit antilin yang ditandai
dengan terbentuknya warna merah keunguan. Uji kualitatif formalin
dalam makanan dapat dilakukan dengan KMnO4, sedangkan analisis kuantitatif
dapat dilakukan dengan spektrofotometri meggunakan larutan Nash, 2,4- dinitrofenilhidrazin
dan alkanon dalam media garam asetat. Sedangkan dengan alkanon dalam media
garam asetat menggunakan spektrofotometer dapat menganalisis kadar formalin
sampai 3 ppm. Selain itu formalin dapat juga dianalisa dengan asam kromotropat
yang dilarutkan dalam asam sulfat (BPPOM 2000). Terdapat beberapa cara untuk menganalisis
formaldehida dalam sampel makanan, antara lain dengan metode kolorimetri,
spektrofotometri, kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatografi gas
(Bianchi et al 2007 diacu dalam Suryadi et al 2010).
Analisis
secara KG-MS dan KCKT memerlukan instrumentasi yang relative mahal dan rumit.
Selain itu, dibutuhkan proses derivatisasi menggunakan zat penderivat yang mahal
sehingga tidak cocok untuk analisis rutin yang relative murah. Oleh karena itu,
diperlukan metode analisis lebih sederhana, cepat, ekonomis, dan sensitif.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah kolorimetri dengan pereaksi Schryver
untuk analisis kualitatif dan spektrofotometri UV-Vis menggunakan pereaksi Nash
untuk analisis kuantitatif. Pemilihan pereaksi Schryver untuk analisis
kualitatif disebabkan oleh terbentuknya warna yang spesifik dan sensitif antara
pereaksi dengan formaldehida dengan batas deteksi terendah 0,2 mg/L. Analisis
kuantitatif formalin dilakukan menggunakan spektrofotometer UVVis berdasarkan
reaksi antara formaldehida dengan pereaksi Nash yang menghasilkan senyawa
kompleks 3,5-diasetil-1,4-dihidrolutidin (DDL) (Nash 1953 diacu dalam Suryadi et al 2010).
Antilin merupakan berupa alat penguji (test kit)
kualitatif yang praktis menggunakan larutan campuran pararosanilin dengan sulfit
jenuh pada suasana asam. Residu formalin pada produk pangan sulit
dideteksi secara inderawi. Alat penguji ini sama sensitifnya dengan
reagen penguji komersial dan dapat mendeteksi adanya formalin pada
makanan dalam bentuk padat atau cair dengan batas deteksi minimal 2 ppm.
Hasil akhir akan terlihat dengan adanya perubahan warna pada larutan
penguji. Kelebihan dari antilin ini adalah dapat diaplikasikan untuk
semua jenis makanan padat maupun cair sensitif, batas deteksi minimal rendah praktis
dan mudah digunakan. Hasil deteksi cepat didapat hasil deteksi dengan mudah
dapat dilihat murah sehingga biaya pengujian tidak membebani harga produk
potensi aplikasi industri makanan tradisional/modern atau pihak-pihak yang
membutuhkan alat yang praktis, murah dan cepat untuk mendeteksi kandungan
formalin pada bahan padat ataupun cair, terutama pada makanan mentah
ataupun matang. Antilin ini juga dapat memberikan kemudahan dan kecepatan
dalam deteksi bahan berbahaya pada makanan akan meningkatkan kepercayaan
konsumen akan produk yang dikonsumsinya, melindungi masyarakat sekaligus
membatasi penggunaan bahan berbahaya tersebut pada makanan lainnya
(Astawan 2006).
Siomay merupakan salah satu bentuk pengolahan yang menggunakan daging
ikan sebagai bahan dasarnya. Siomay adalah makanan dari Indonesia yang mirip
dengan Dim Sum Cina yang terbuat dari ikan daging ikan tenggiri dan berbentuk
kerucut. Bahan lain yang digunakan untuk membuat siomay biasanya adalah tuna,
makarel, dan udang. Bahan pelengkap siomay adalah kubis kukus, kentang, labu
pahit dan tahu. Siomay disajikan dalam bentuk potong-potong dan bagian atasnya
diberi saus kacang, kecap manis, saus sambal dan sedikit air jeruk nipis. Sama
seperti bakso, lumpia, dan pempek, siomay dipengaruhi oleh masakan Tionghoa.
Siomay yang paling terkenal adalah Siomay Bandung. Jenis lain dari siomay
disebut Batagor singkatan dari Bakso Tahu Goreng, juga berasal dari Bandung.
METODOLOGI
Praktikum Biokimia Hasil Perairan tentang Enzim dilakukan
pada hari Jum’at, pada tanggal
13 April 2018 pukul 15.30 sampai dengan 17.30 WIB di Laboratorium Teknologi Hasil
Perikanan (THP) Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, hotplate,
gelas baker, saringan, blander, syringe, dan pisau. Sedangkan bahan yang gunakan adalah ikan kembung, ikan mas, ikan nila, ikan bandeng, bakso
ikan, siomay, kulit buah naga dan antilin.
Prosedur kerja pada pengaruh suhu terhadap kerja enzim adalah
siapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada praktikum tentang uji formalin. Siapkan sampel yang akan
digunakan lalu dicacah dengan blander. Lakukan penimbangan sebanyak 10gr sampel
dan tambahkan air panas sebanyak 20 mL dan aduk selama 1 menit. Selanjutnya
lakukan penyaringan sampel dan ambil 10 mL cairan sampel menggunakan syringe. Siapkan 2 tabung reaksi kosong beserta rak tabung
reaksi. Lalu isi 1 tabung reaksi dengan akuades dan ditambah larutan
antilin A dan B untuk kontrol dan 1 tabung reaksi di isi dengan sampel yang
digunakan sebanyak 10 mL. Lakukan penamabahan 4 tetes larutan antilin A dan
larutan antilin B. lakukan pengocokan lalu biarkan sampel selama 10 menit. Lalu
amati perubahan warna yang terjadi pada sampel.
Berikut diagram alir prosedur kerja uji formalin menggunakan antilin:
![]() |
Gambar 1. Diagram alir prosedur kerja uji formalin menggunakan antilin
Prosedur kerja pada pengaruh suhu terhadap kerja enzim adalah
siapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada praktikum tentang uji formalin. Siapkan sampel yang akan
digunakan lalu dicacah dengan blander. Lakukan penimbangan sebanyak 10gr sampel
dan tambahkan air panas sebanyak 20 mL dan aduk selama 1 menit. Selanjutnya
lakukan penyaringan sampel dan ambil 10 mL cairan sampel menggunakan syringe. Siapkan 2 tabung reaksi kosong beserta rak tabung
reaksi. Lalu isi 1 tabung reaksi dengan akuades dan ditambah larutan
antilin A dan B untuk kontrol dan 1 tabung reaksi di isi dengan sampel yang
digunakan sebanyak 10 mL. Lakukan penamabahan 4 tetes larutan kulit buah naga.
Lakukan pengocokan lalu biarkan sampel selama 10 menit. Lalu amati perubahan
warna yang terjadi pada sampel.
Berikut diagram alir prosedur kerja uji formalin menggunakan kulit buah naga:
![]() |
Gambar 2. Diagram alir prosedur kerja uji formalin menggunakan kulit
buah naga
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum
biokimia hasil perairan yang telah dilakukan mengenai uji formalin, maka
diperoleh hasil berupa tabel sebagai berikut :
Tabel
1. Data Hasil Uji Formalin pada Ikan Segar dan Produk Perikanan
Kelompok
|
Sampel
|
Hasil
|
Keterangan
|
1
|
Kembung
|
+
|
Ungu
|
2
|
Bandeng
|
+
|
Tidak ada perubahan warna
|
3
|
Mas
|
_
|
Tidak ada perubahan warna
|
4
|
Nila
|
+
|
Tidak ada perubahan warna
|
5
|
Siomay
|
_
|
Tidak ada perubahan warna
|
6
|
Baso ikan
|
+
|
Tidak ada perubahan warna
|
Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan mengenai uji formalin, maka diperoleh hasil berupa tabel yang
menunjukkan bahwa terdapat formalin pada ikan segar
dan juga produk olahan perikanan. Namun, tidak semua ikan segar dan juga produk
olahan perikanan mengandung formalin. Pada tabel diatas dapat terlihat bahwa
pada ikan kembung terdapat formalin, karena terjadi perubahan warna pada
larutan sampel. Larutan sampel yang semula berwarna putih keruh, setelah
ditetesi oleh antilin larutan tersebut berubah warna menjadi warna ungu. Hal
ini berarti pada ikan kembung terdapat formalin atau formaldehyde. Formalin
yang terdapat pada ikan kembung ini bisa disebabkan oleh rusaknya protein yang
terkandung di dalam tubuh ikan, yang diakibatkan oleh kesalahan pada saat
penanganan dan penangkapan. Yuliani (2007) menyebutkan beberapa
ciri produk ikan basah/udang yang mengandung formalin, diantaranya: insang
berwarna merah tua dan tidak cemerlang, warna putih bersih dengan tekstur yang
kenyal dan awet sampai 3 hari pada suhu kamar, serta tidak mudah busuk dan bau.
Hal serupa pun terjadi
pada ikan nila dan ikan bandeng. Ikan nila dan ikan bandeng pun positif
mengandung formalin. Namun, pada ikan bandeng dan ikan nila menggunakan ekstrak
kulit buah naga sebagai pengujinya. Pada saat dilakukan uji formalin secara
kualitatif menunjukkan bahwa ikan nila dan ikan bandeng mengandung formalin,
namun dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak
terjadinya perubahan warna pada sampel yaitu sampel tetap berwarna ungu pada
masing-masing larutan sampel yang telah ditetesi ekstrak kulit buah naga.
Berbeda halnya dengan ikan mas, pada saat dilakukan uji formalin secara
kualitatif menunjukkan bahwa ikan mas tidak mengandung formalin. Hal tersebut
dibuktikan dengan tidak terjadinya perubahan warna pada larutan sampel meskipun
telah ditetesi oleh antilin.
Tabel diatas menunjukkan
bahwa pada produk olahan perikanan yaitu siomay tidak terdapat formalin, hal
itu dibuktikan dengan tidak terjadinya perubahan warna pada larutan sampel
setelah ditetesi oleh antilin. Lain halnya dengan bakso ikan. Bakso ikan
ternyata positif mengandung formalin. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak terjadinya
perubahan warna pada sampel yaitu sampel tetap berupa warna ungu pada larutan
sampel yang telah ditetesi ekstrak kulit buah naga. Berdasarkan
peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999, formalin merupakan
salah satu bahan tambahan yang dilarang penggunaannya dalam makanan. Larangan
penggunaan formalin dalam makanan juga diperkuat oleh data International Agency
for Research on Cancer (IARC) yang mengelompokkan formaldehid sebagai zat yang
bersifat karsinogenik atau penyebab kanker pada manusia golongan 1 (Group 1: carcinogenic
to human) (Marliana 2008 diacu dalam
Girsang 2014).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan praktikum biokimia hasil perairan yang telah
dilakukan mengenai uji formalin, maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua ikan
segar dan semua produk olahan perikanan tidak mengandung formalin, terdapat
beberapa ikan segar seperti ikan bandeng, nila, dan kembung yang mengandung
formalin serta terdapat produk bakso ikan yang mengandung formalin. Namun,
kadar formalin yang terkandung pada ikan segar yang digunakan tersebut hanya
sedikit.
Pada saat praktikum mengenai uji formalin pada ikan segar,
sebaiknya para praktikan lebih kondusif lagi pada saat melakukan praktikum. Hal
tersebut agar praktikum dapat berjalan dengan lancar dan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan. 2006. Mengenal Formalin
dan bahayanya. Jakarta: Penebar Swadya
Badan POM. 2004. Penyalahgunaan Formalin
Sebagai Pengawet Ikan Mungkinkah Mencari
Penggantinya?. InfoPOM Vol. 5, No. 4,
Juli 2004.Tersedia:http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%2 nfo%20POM/0404.pdf.
BPPOM.
2000. Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional No.3/Makanan dan Minuman. Balai
Pusat Penelitian Obat dan Makanan. Jakarta.
Bianchi
F., et al. 2007. Fish and food safety: determination of formaldehyde in 12 fish species by SPME extraction and GC-MS analysis.
Food Chem., 100: 1049- 1053.
Girsang
D Y. 2014. Kasus Distribusi dan
Penggunaan Formalin dalam Pengawetan
Komoditi Ikan Laut Segar (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung). [SKRIPSI]. [Online]. Tersedia: http://digilib.unila.ac.id/2058/ [17 April 2018]
Gustiano
R.2006. Kajian Teknis dan Sosio-Ekonomis
Pengelolaan Berkelanjutan Sumber Daya
Genetik Ikan. Prosiding Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di
Indonesia. Puslitbang Peternakan. Hal
48-53.
Hastuti
S. 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid Pada Ikan Asin di Madura. Jurnal AGROINTEK Volume 4 No. 2 Agustus 2010. Hal 132-137.
Husni,
E , A. Samah, R. Ariati. 2007. Analisa Zat Pengawet dan Protein dalam Makanan Siap Saji Sosis. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Volume 12 No. 2 2007. Hal 108-111.
Marliana
H. 2008. Optimasi Pereaksi Schryver
Menjadi Kertas Indikator untuk Identifikasi
Formalin dalam Sampel Makanan. [SKRIPSI]. [Online] Sumber:
http://www.google.co.id/url?sa=t ...Aw\ [17 April 2018]
Nash T. 2010. Colorimetric estimation of formaldehyde by means
of Hantzch reaction. Biochem. J.,
55(3), 417-418.
NIOSH.
2010. NIOSH Pocket Guide to Chemical
Hazards. Sumber: http://www.cdc.gov/
niosh/npg/pgintrod.html#mustread. [17 April 2018]
Suryadi,
H., Kurniadi, M., Melanie Y. 2010. ANALISIS FORMALIN DALAM SAMPEL IKAN DAN UDANG SEGAR DARI PASAR MUARA ANGKE. Majalah
Ilmu Kefarmasian, Vol. VII, No. 3, 16-31
Widowati
W., Sumyati. 2006. Pengaturan tata niaga formalin untuk melindungi produsen makanan dari ancaman gulung tikar
dan melindungi konsumen dari bahaya formalin. Pemberitaan Ilmiah Percikan, 63, 33-40.
Yuliani
S. 2007. Formalin dan Masalahnya. Warta
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Vol. 29 No. 5, 2007. Sumber: http://pustaka.litbang.deptan.go.
id/publikasi/wr295074. pdf. [17 April 2018]
LAMPIRAN
Gambar 3.
Waktu pengamatan sampel
|
Gambar 4. Masukkan
larutan sampel
kedalam tabung reaksi
|


Gambar 5. Penyaringan
sampel
|
Gambar 6. Penimbangan sampel
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar