JANGAN
BEREBUT “KUE” BANTEN
Banten menjadi provinsi, tidaklah aneh,
kalau dilihat dari perjalanan sejarahnya masa lalu. Kebesaran nama dan
keistimewaan serta kemandirian Banten, telah terukir dalam lembaran sejarah
bangsa Indonesia dan dunia internasional.
Sejak abad 15, Banten pernah menjadi
kerajaan islam yang berjaya selama hampir 200 tahun. Beberapa abad sebelumnya,
banten telah berada pada jalur pelayaran internasional dan telah mempunyai
pelabuhan tempat transaksi komoditi yang berlaku di pasaran dunia. Pelabuhan
itu telah mampu menampung kapal berukuran 300 ton yang berdatangan dari penjuru
dunia.
Kalau Banten bertekad ingin mandiri
menjadi provinsi, bukanlah tidak beralasan. Apalagi bila dihubungkan dengan
potensi yang dimilikinya. Banten memiliki potensi geografi yang strategis,
sumber alam yang menjanjikan dan sumberdaya manusia yang potensial untuk
dikembangkan.
Kualitas rakyat Banten pasti bisa
sejajar dengan penduduk provinsi lain, asal diberi kesempatan untuk
mengembangkn dirinya. Kalau saat ini rakyat Banten dipandang sebelah mata hal
itu adalah buah dari politik pendidikan Belanda dengan semboyannya “Laat de Bantammers dom beljven” (biarlah
orang Banten tetap bodoh), dan mungkin akibat kebijakan “orang tuanya” di pusat
yang secara tidak langsung telah memarjinalkan rakyat Banten setelah Indonesia
merdeka.pada masa yang lalu di kalangan birokrat sering terdengar kalau pejabat
dipindahkan ke Banten yang ada di dalam benak mereka, ia dibuang atau dihukum.
Kesan demikianlah yang ingin dihilangkn. Caranya, dengan meningkatkan kualitas
rakyat banten dalam waktu dan dalam wadah yang telah diraihnya.
Posisi geografis Banten sangat
strategis, baik dalam percaturan lalu lintas dari Jawa ke Sumatera, maupun
posisi yang berhimpit dengan Jakarta. Kedekatan dengan Jakarta memberikan
peluang sebagai penyangga dan pemasok kebutuhan kota tersebut. Posisi ini
sangat menjanjikan bagi daerah Banten dalam rangka mensejahterakan rakyatnya.
Di Banten terdapat sejumlah industri
sebagai andalan bagi kelangsungan provinsi Banten. Umpamanya industri tekstil,
sepatu, kerajinan, industri kertas di Kragilan, elektronik di Cikande, industri
baja PT. Krakatau Steel dan industri berat lainnya di Cilegon. Selain itu,
bandara Soekarno Hatta di Tangerang, jalan tol Jakarta Merak, cagar alam di
Ujung Kulon, dan sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta, juga menjadi
asset Banten yang perlu diperhitungkan.
Saat Banten menjadi provinsi, maka
peluang untuk mengembangkan dirinya telah terbuka. Namun peluang tersebut
merupakan tantangan bagi pemimpin Banten, untuk secepatnya berbuat, agar dengan
identitas provinsi ini, rakyat Banten benar-benar merasakan manfaatnya. Untuk
itu, semua potensi rakyat Banten harus diberdayakan secara optimal mungkin.
Pengesahan provinsi Banten, adalah keberhasilan
usaha bersama, yang terdiri atas ulama, anggota DPR dan DPRD, cendekiawan,
hartawan, birokrat, pengusaha, jawara, wartawan, mahasiswa, pemuda dan seluruh
komponen rakyat Banten, baik yang ada di daerah maupun di pusat. Mereka telah
memberikan andil melalui pikiran, materi, tenaga, do’a dan jasa lainnya sesuai
dengan kemampuan masing-masing.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana
rakyat Banten terutama para elit politiknya bisa membulatkan tekad, merapatkan
barisan, menyatukan visi dan langkah, dalam membangun daerahnya setelah menjadi
provinsi. Untuk itu diperlukan peningkatan kesatuan dan persatuan semua
komponen rakyat. Harus dihindari adanya klaim dari individu atau kelompok,
bahwa dialah yang paling berjasa dalam pembentukan provinsi Banten.
Dalam membangun provinsi yang baru lahir
ini, berikanlah jabatan, tugas atau posisi, kepada ahlinya yang amanah.
Mudah-mudahan tidak terjadi “waktu berusaha meraih provinsi kita bersatu,
sesudah berhasil kita terpecah, karena memperebutkan “kue” (posisi atau
jabatan) dalam provinsi tersebut”.
Sumber:
Usman, Suparman. 2003. Pemberlakuan
syari'at Islam di Banten. Serang: Majelis Ulama
Indonesia Propinsi banten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar