Jumat, 16 Maret 2018

JANGAN BEREBUT "KUE" BANTEN



JANGAN BEREBUT “KUE” BANTEN
Banten menjadi provinsi, tidaklah aneh, kalau dilihat dari perjalanan sejarahnya masa lalu. Kebesaran nama dan keistimewaan serta kemandirian Banten, telah terukir dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia dan dunia internasional.
Sejak abad 15, Banten pernah menjadi kerajaan islam yang berjaya selama hampir 200 tahun. Beberapa abad sebelumnya, banten telah berada pada jalur pelayaran internasional dan telah mempunyai pelabuhan tempat transaksi komoditi yang berlaku di pasaran dunia. Pelabuhan itu telah mampu menampung kapal berukuran 300 ton yang berdatangan dari penjuru dunia.
Kalau Banten bertekad ingin mandiri menjadi provinsi, bukanlah tidak beralasan. Apalagi bila dihubungkan dengan potensi yang dimilikinya. Banten memiliki potensi geografi yang strategis, sumber alam yang menjanjikan dan sumberdaya manusia yang potensial untuk dikembangkan.
Kualitas rakyat Banten pasti bisa sejajar dengan penduduk provinsi lain, asal diberi kesempatan untuk mengembangkn dirinya. Kalau saat ini rakyat Banten dipandang sebelah mata hal itu adalah buah dari politik pendidikan Belanda dengan semboyannya “Laat de Bantammers dom beljven” (biarlah orang Banten tetap bodoh), dan mungkin akibat kebijakan “orang tuanya” di pusat yang secara tidak langsung telah memarjinalkan rakyat Banten setelah Indonesia merdeka.pada masa yang lalu di kalangan birokrat sering terdengar kalau pejabat dipindahkan ke Banten yang ada di dalam benak mereka, ia dibuang atau dihukum. Kesan demikianlah yang ingin dihilangkn. Caranya, dengan meningkatkan kualitas rakyat banten dalam waktu dan dalam wadah yang telah diraihnya.
Posisi geografis Banten sangat strategis, baik dalam percaturan lalu lintas dari Jawa ke Sumatera, maupun posisi yang berhimpit dengan Jakarta. Kedekatan dengan Jakarta memberikan peluang sebagai penyangga dan pemasok kebutuhan kota tersebut. Posisi ini sangat menjanjikan bagi daerah Banten dalam rangka mensejahterakan rakyatnya.
Di Banten terdapat sejumlah industri sebagai andalan bagi kelangsungan provinsi Banten. Umpamanya industri tekstil, sepatu, kerajinan, industri kertas di Kragilan, elektronik di Cikande, industri baja PT. Krakatau Steel dan industri berat lainnya di Cilegon. Selain itu, bandara Soekarno Hatta di Tangerang, jalan tol Jakarta Merak, cagar alam di Ujung Kulon, dan sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta, juga menjadi asset Banten yang perlu diperhitungkan.
Saat Banten menjadi provinsi, maka peluang untuk mengembangkan dirinya telah terbuka. Namun peluang tersebut merupakan tantangan bagi pemimpin Banten, untuk secepatnya berbuat, agar dengan identitas provinsi ini, rakyat Banten benar-benar merasakan manfaatnya. Untuk itu, semua potensi rakyat Banten harus diberdayakan secara optimal mungkin.
Pengesahan provinsi Banten, adalah keberhasilan usaha bersama, yang terdiri atas ulama, anggota DPR dan DPRD, cendekiawan, hartawan, birokrat, pengusaha, jawara, wartawan, mahasiswa, pemuda dan seluruh komponen rakyat Banten, baik yang ada di daerah maupun di pusat. Mereka telah memberikan andil melalui pikiran, materi, tenaga, do’a dan jasa lainnya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana rakyat Banten terutama para elit politiknya bisa membulatkan tekad, merapatkan barisan, menyatukan visi dan langkah, dalam membangun daerahnya setelah menjadi provinsi. Untuk itu diperlukan peningkatan kesatuan dan persatuan semua komponen rakyat. Harus dihindari adanya klaim dari individu atau kelompok, bahwa dialah yang paling berjasa dalam pembentukan provinsi Banten.
Dalam membangun provinsi yang baru lahir ini, berikanlah jabatan, tugas atau posisi, kepada ahlinya yang amanah. Mudah-mudahan tidak terjadi “waktu berusaha meraih provinsi kita bersatu, sesudah berhasil kita terpecah, karena memperebutkan “kue” (posisi atau jabatan) dalam provinsi tersebut”.

Sumber: Usman, Suparman. 2003. Pemberlakuan syari'at Islam di Banten. Serang:                         Majelis Ulama Indonesia Propinsi banten

Tidak ada komentar:

Posting Komentar