Sabtu, 17 Maret 2018

LAPORAN PRAKTIKUM PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PROSES FISIOLOGIS IKAN



Laporan Praktikum 2 Fisiologi Hewan Air

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PROSES FISIOLOGIS IKAN












Trisda Sela Mutiara
4443160022
Kelompok 3





JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTAN IAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2017

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Padat penebaran adaah jumlah atau kepadatan suatu jenis binatang, misalnya ikan, dan udang, per satuan volume atau luas tempat pemeliharaan atau kolam pada saat pertama kali ditebarkan. Padat penebaran optimum untuk setiap jenis ikan atau udang berbeda. Dalam budidaya ikan atau udang, padat penebarn merupakan salah satu factor yang perlu diperhatikan, karena dapat mempengaruhi produktivitas perairan tersebut dan efisiensi pemakaian kolam. Jika padat penebarannya terlalu tinggi, artinya populasi di dalam perairan tersebut tinggi, produktivitas kolam menjadi rendah dan tingkat kematiannya tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh timbulnya persaingan diantara bintang peliharaan dalam memperebutkan makanan; pada hewan yang bersifat pemangsa, misalnya udang , akan muncul sifat kanibalisme. Sebaliknya, jika padat tebarnya terlalu rendah, pemeliharaan ikan atau udang dalam kolam tertentu menjadi tidak efisien.
Lele atau ikan keli, adalah sejenis ikan yang hidup di air tawar. Lele mudah dikenali karena tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang, serta memiliki "kumis" yang panjang, yang mencuat dari sekitar bagian mulutnya. Banyak jenis lele yang merupakan ikan konsumsi yang disukai orang. Sebagian jenis lele telah dibiakkan orang, namun kebanyakan spesiesnya ditangkap dari populasi liar di alam. Lele yang populer sebagai ikan ternak, sebetulnya adalah jenis asing yang didatangkan (diintroduksi) dari Afrika. Jumlah padat tebar pada budidaya ikan lele sangat mempengaruhi pertumbuhan dan juga hasil panen pada budidaya tersebut.  Dalam menentukan padat tebar ikan lele baik padat tebar lele dalam kolam beton maupun kolam terpal. Dibutuhkan perhitungan yang sangat spesifik agar tidak salah langkah dan menyebabkan ikan lele sulit berkembang.



1.2 Tujuan
                Praktikum pengaruh padat tebar terhadap proses fisiologis ikan bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh perubahan padat tebar terhadap proses fisiologis ikan (respirasi).


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Biologi Ikan
Klasifikasi ikan lele secara lengkap adalah sebagai berikut (Arifin 1999).
Filum   :           Chordata
Kelas   :           Actinopterygi
Ordo    :           Ostariophysi
Famili  :           Claridae
Genus  :           Clarias
Spesies:           Clarias Sp
Secara umumnya ikan lele tidak memiliki sisik di bagian tubuh, memiliki kumis di bagian depan, dan patil di samping. Ikan lele juga berbentuk bulat dan memanjang, kulitnya licin, berlendir dan memiliki warna bervariasi tergantung variates ada hitam, kekuningan, dan kecoklatan hitam. Selain itu, ikan lele juga memiliki sirip yang tunggal di bagian punggung dan juga ekor. Ikan-ikan marga Clarias dikenali dari tubuhnya yang licin memanjang tak bersisik, dengan sirip punggung dan sirip anus yang juga panjang, yang kadang-kadang menyatu dengan sirip ekor, menjadikannya nampak seperti sidat yang pendek. Kepalanya keras menulang di bagian atas, dengan mata yang kecil dan mulut lebar yang terletak di ujung moncong, dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba (barbels) yang amat berguna untuk bergerak di air yang gelap. Lele juga memiliki alat pernapasan tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya. Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam, pada sirip-sirip dadanya. Ada yang mengatakan,bahwa patil ini tidak hanya tajam tetapi juga beracun dan mengakibatkan panas tinggi jika orang tak sengaja terkena patil tersebut (Andrianto 2005).
            Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin, kecuali lele laut yang tergolong ke dalam marga dan suku yang berbeda (Ariidae). Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Bahkan ikan lele bisa hidup pada air yang tercemar, misalkan di got-got dan selokan pembuangan. Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam, ikan lele memijah pada musim penghujan. Walaupun biasanya lele lebih kecil daripada gurami umumnya,namun ada beberapa jenis lele yang bisa mencapai panjang 1-1,5 m dan beratnya bisa mencapai lebih dari 2 kg,contohnya lele Wels dari Amerika (Arifin 1999).

2.2  Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut adalah sejumlah oksigen yang terlarut dalam suatu perairan; dinyatakan dalam milligram O2 per liter. Kuantitas oksigen daam sejumlah air tertentu penting bagi organisme perairan untuk melakukan aktivitas biokimia, yaitu untuk melakukan respirasi (pernapasan), reproduksi, dan kesuburan. Dengan demikian, makin tinggi kadar DO di permukaan perairan makin segar air tersebut untuk kehidupan (Hutabarat 2002). Di dalam air, oksigen memainkan peranan yang sangat penting dalam menguraikan komponen-komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Karena Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan lagi
Limbah organik sangat berpengaruh pada jumlah oksigen terlarut karena secara alamiah, limbah organik berupa mikroorganisme dapat mengdegradasi dan menguraikan limbah organik yang ada sehingga proses dekomposisi oleh bakteri terhadap limbah organik itu dapat menurunkan jumlah O2 yang ada. Kekurangan oksigen ekibat dekomposisi limbah organik oleh bakteri dapat diatasi dengan cara uptake/pengambilan O2 dari udara yang dipenagruhi oleh tekanan aotmosfer ke dalam laut.  Di daerah permukaan penambahan dan pengurangan DO hanya bersumber dari aktivitas fotosintesis dari tumbuhan air dan adanya perbedaan DO antara dasar dan permukaan (Dahuri,  2001).
Menurut Ismail (1994) bahwa konsentrasi dan distribusi oksigen di laut oleh kelarutan gas oksigen dalam air dan proses biologi yang mengontrol tingkat konsumsi dan pembebasan oksigen. Proses fisik juga mempengaruhi kecepatan oksigen memasuki dan terdistribusi di dalam laut. Kandungan oksigen terlarut 2 mgr/L adalah kandungan minimal yang cukup untuk mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Agar kehidupan dapat layak dan kegiatan perikanan berhasil maka kandungan oksigen terlarut harus tidak boleh kurang daripada 4 ppm sedangkan perairan mengandung 5 mgr/L oksigen pada  suhu 20 – 30  oC masih dipandang sebagi air yang cukup baik utuk kehidupan ikan.
Kualitas air suatu perairan pesisir dicirikan oleh karakteristik kimianya, yang sangat dipengaruhi masukan dari daratan maupun dari laut sekitarnya. Pada kenyataannya, perairan pesisir merupakan penampungan terakhir segala jenis limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Karenya karakteristik kimia perairan pesisir bersifat unik dan ditentukan oleh besar kecilnya pengaruh interaksi  kegiatan - kegiatan   di atas  serta kondisi hidrodinamika perairan pesisir, seperti proses difusi, disolusi dan pengadukan terhadap substansi kimia.

2.3  Respon Fisiologis Ikan Terhadap Pengaruh Padat Tebar
Sebagai biota perairan, Ikan merupakan mendapatkan Oksigen terlarut dalam air. Pada hampir semua Ikan, insang merupakan komponen penting dalam pertukaran gas, insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras, dengan beberapa filamen insang di dalamnya (Fujaya. 1999).
Wijanarko (2005) menyatakan bahwa peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologis (respirasi) dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Respon stres terjadi dalam tiga tahap yaitu tanda adanya stres, bertahan, dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini pertumbuhan menurun. Stres meningkat cepat ketika batas daya tahan ikan telah tercapai atau terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan selanjutnya terjadi kematian. Gejala ikan sebelum mati yaitu warna tubuh menghitam, gerakan tidak berorientasi, dan mengeluarkan lendir pada permukaan kulitnya.



BAB 3
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Air mengaenai Pengaruh Padat Tebar Terhadap Proses Fisiologis Ikan telah di laksanakan pada hari Rabu tanggal 27 September 2017 pukul 08.00 WIB – 10.00 WIB di Laboratorium Hasil Perairan pada tanggal 4 Oktober 2017.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang akan digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Air mengensi Padat Tebar Terhadap Proses Fisiologi Ikan adalah akuarium, kamera, lap atau tissue, gayung, DO meter, dan kertas label. Sedangkan bahan yang akan digunakan pada praktikum kali ini adalah ikan lele 60 ekor.
3.3 Metode Percobaan
Rancangan Acak Kelompok adalah suatu rancangan acak yang dilakukan dengan mengelompokkan satuan percobaan ke dalam grup-grup yang homogen yang dinamakan kelompok dan kemudian menentukan perlakuan secara acak di dalam masing-masing kelompok. Rancangan Acak Kelompok Lengkap merupakan rancangan acak kelompok dengan semua perlakuan dicobakan pada setiap kelompok yang ada. Tujuan pengelompokan satuan-satuan percobaan tersebut adalah untuk membuat keragaman satuan-satuan percobaan di dalam masing-masing kelompok sekecil mungkin sedangkan perbedaan antar kelompok sebesar mungkin. Tingkat ketepatan biasanya menurun dengan bertambahnya satuan percobaan (ukuran satuan percobaan) per kelompok, sehingga sebisa mungkin buatlah ukuran kelompok sekecil mungkin. Pengelompokan yang tepat akan memberikan hasil dengan tingkat ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan rancangan acak lengkap yang sebanding besarnya (Yitnosumarto, 1993). Rancangan ini dicirikan dengan jumlah kelompok dalam jumlah yang sama dimana setiap kelompok diberikan perlakuan. Melalui pengelompokan-pengelompokan, diharapkan galat perlakuan dapat dikurangi. Jika pada rancangan acak lengkap satuan percobaan yang digunakan harus homogen maka pada RAK itu tidak perlu homogen dan ketidakhomogenan tersebut akan dikelompok-kelompokkan lagi menjadi satuan-satuan yang mendekati homogenitas
Tabel 1. RAK Penelitian Pengaruh Ikan Terhadap Padat Tebar

P/u
NAMA IKAN

IKAN PLATY
IKAN NILA
IKAN LELE

1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
0
0
0.0027
0.006
0.006
0.006
0
0
0
2
0
0
0
0
0

0
0
0

3.4 Analisis Ragam
ANOVA






Source of Variation
SS
df
MS
F
P-value
F crit
Rows
2,38E-05
1
2,38E-05
5,62766
0,045086
5,317655
Columns
3,38E-05
8
4,23E-06
1
0,5
3,438101
Error
3,38E-05
8
4,23E-06










Total
9,15E-05
17





Kesimpulan :
P = Fhit > Ftab = Tolak Hₒ
Berarti ada atau minimal ada 1 faktor perlakuan yang mempengaruhi ikan terhadap padat tebar di akuarium dengan beberapa perlakuan yang telah ditentukan.
K = Fhit < Ftab = Gagal Tolak Hₒ
Berarti tidak ada pengaruh terhadap padat tebar di akuarium yang dilakukan beberapa perlakuan.


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil









Gambar 1. Grafik Hubungan antara Laju Kematian dengan DO         










Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Laju Kematian dengan SR
4.2 Pembahasan
Pada gambar grafik diatas terlihat sekali bahwa ikan lele tidak mengalami kematian pada perlakuan padat tebar yang diberikan. Menurut Effendi (2004) Pertambahan bobot ikan lele diringi dengan pertambahan panjang ikan tersebut atau laju pertumbuhan bobot harian berbanding lurus dengan laju pertumbuhan panjang harian ikan lele. Diduga pengaruh terhadap panjang sudah terjadi pada awal pemeliharaan karena adanya perbedaan kepadatan. Ruang gerak ikan yang semakin sempit dalam suatu wadah dapat menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi terganggu. Hal ini juga dipengaruhi dengan kadar oksigen terlarut yang yang berada pada batas optimal untuk ikan lele.
Gambar 1 menunjukkan bahwa oksigen terlarut yang terkandung pada setiap akuarium mengalami ketidakstabilan, yaitu terjadi penurunan kadar oksigen pada setiap aluarium yang telah diberikan perlakuan. Namun, hal tersebut tidak berpengaruh pada kehidupan ikan lele, karena ikan lele memiliki kantung insang tambahan yang seperti pohon yang disebut dengan aborescent. Fungsi aborescent tersebut ialah untuk pernapasan udara, karena itu ikan ini selalu mengambil udara di atas permukaan air. (Fujaya 2004)
            Gambar 2 menunjukkan bahwa ikan lele memiliki kelangsungan hidup yang sangat baik. Hal itu diakibatkan karena ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan, sehinggga walaupun ruang geraknya terbatas, namun ikan lele masih bisa bernapas dengan alat tersebut, yaitu dengan cara mengambil udara di atas permukaan.















BAB 5
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diperoleh selama kegiatan praktikum berlangsung maka dapat disimpulkan bahwa ikan lele memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap perubahan lingkungan, khususnya pada padat tebar. Hal ini terjadi karena ikan lele sendiri memiliki alat pernapasan tambahan yang disebut dengan aborescent. Fungsi aborescent tersebut ialah untuk pernapasan udara, karena itu ikan ini selalu mengambil udara di atas permukaan air, sehingga ikan lele memiliki kelangsungan hidup yang tinggi.
5.2  Saran
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum ini disarankan perlunya pengamatan lanjut pada ukuran ikan yang lebih besar dengan perlakuan yang sama sebagai pembanding dengan data yang telah didapatkan pada pengamatan hasil praktikum kali ini.






DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, T. 2005. Pedoman Praktis Budidaya Ikan Lele. Absolut: Jakarta
Arifin, Z. 1999. Budidaya Ikan Lele. Effhar: Semarang
Dahuri. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara            Terpadu. Pradnya Paramita: Jakarta
Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya: Jakarta.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta: Jakarta.
Ismail, H. 1994. Studi Kelayakan Perairan Pulau Pajenekang. [Skripsi]. UNHAS: Ujung Pandang
Hutabarat. 2002. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia: Jakarta
Wijanarko, P. 2005. Manajemen Kualitas Air. Universitas Brawijaya: Malang
Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan Perancangan, Analisis, dan Interpretasinya. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar